Kamis, 23 Juli 2009

Jihad Membentuk Entrepreneur Muslim


By : Rahmat Alam (Alumni Kubik Training)

Ketika sedang meluncurkan buku saya “Panduan Jihad Untuk Aktivis Gerakan Islam”, Ketua Umum Muhammadiyah dan Wakil Ketua MUI, Prof. Dr. Dien Syamsuddin, yang ketika itu menjadi salah seorang pembahas bersama Dr. M.Hidayat Nurwahid, Ketua MPR RI, memberikan komentar yang selalu mendorong saya untuk mendalami masalah jihad. Pertama beliau menilai bahwa pemikiran dalam buku Panduan Jihad adalah sebuah tajdid atau pembaharuan makna dalam pengertian jihad dan aplikasinya dalam dunia kontemporer. Kedua beliau menilai buku tersebut belum dilengkapi dengan pembahasan mengenai masalah “Jihad Iqtishody” atau jihad dalam bidang ekonomi dan beliau sangat mengharapkan pembahasan masalah tersebut. Sejak saat itu saya terus mendalami masalah yang berkaitan, berfikir dan berusaha untuk membuat sebuah buku yang berkaitan dengan jihad dalam bidang ekonomi (al-Jihad al-Iqtishody).

Rupanya apa yang saya fikirkan tidak semudah dalam kenyataannya. Akan mudah jika hanya sekedar menganalisis dan membahas teori-teori tentang jihad ekonomi, atau mengemukakan sejarah kegemilangan para pelaku bisnis Islami pada zaman Rasulullah atau sahabat saja. Untuk membahas Jihad Ekonomi secara konprehensif, saya mengalami kesulitan demi kesulitan, terutama dalam menentukan dan memilih profil pengusaha dalam kehidupan kontemporer yang dapat dikategorikan sebagai seorang Mujahid Iqtishody, Mujahid Bisnis, Mujahid Entrepreneur atau seorang yang menjalankan jihad dalam bidang ekonomi dan benar-benar berhasil sebagai tentara Allah yang menegakkan Islam dalam kehidupan bisnis secara kaffah dan berhasil menjadi seorang yang sukses dalam arti kemenangan dunia akhirat sebagaimana yang telah dicontohkan dalam kehidupan Rasulullah dan para sahabat agungnya. Saat ini mungkin kita dapat menemui banyak tokoh-tokoh Mujahid Dakwah, Mujahid Asykary (Laskar Jihad), Mujahid Siyasi, Mujahid Ta’limy dan lainnya. Namun untuk mencari sosok seorang Mujahid Iqtishody tidaklah semudah yang dibayangkan karena pengusaha muslimpun belum tentu berani menyatakan dirinya sebagai seorang mujahid di jalan Allah.

Anda mungkin pernah mendengar nama-nama besar para pengusaha muslim klas dunia seperti Pangeran Walid al-Thalal (Pemegang saham terbesar CitiCorp dan pengusaha propperti), Adnan Kashogy (Pengusaha dan Pialang senjata), Bin Laden Group (Konstruksi) , atau beberapa pengusaha bidang keuangan seperti Bin Mahfudz Group, Al-Rajihi Group, Dalla al-Baraka Group dan lainnya. Di negeri jiran Malaysia ada Tun Daim Zainuddin (Pengusaha Properti), Tajudin Ramli (Pemegang saham MAS), Tengku Adnan Mansur, FD. Manshoor (Pemilik Glomec Group) dan lainnya. Di Indonesia banyak para pengusaha muslim yang telah mencapai kesuksesan dengan keberhasilan mereka mengembangkan perusahaannya sampai menjadi sebuah konglomerasi yang menggurita. Bahkan diantara mereka menjadi orang-orang kaya yang mempengaruhi kebijakan negara, misalnya kita sebut beberapa nama seperti Yusuf Kalla (Pemilik Kalla Group dan Wakil Presiden RI), Abu Rizal Bakrie (Pemilik Bakrie Group dan Menko Kesra RI), Fadel Muhammad (Pengusaha dan Gubernur Gorontalo), Rahmat Ismail (Pengusaha Media dan Aktivis Sosial), Ibrahim Risyad (Pengusaha dan Bankir), Sutrisno Bachir (Pengusaha dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional), Arifin Dipenegoro (Pemilik Medco Group dan anggota DPR), Chairul Tanjung (Pemilik Bank Mega, Trans TV dan Para Group), A. Latief (Pemilik Sarinah Group dan Lativi), Surya Paloh (Pemilik Media Group, Metro TV dan Ketua Pembina Golkar), Rahmat Gobel (Pemilik Nasional Gobel), M. Lutfie (Pemilik Republika, Mahaka Group dan Ketua BKPM), dan banyak lagi sederetan nama-nama besar pengusaha muslim di Indonesia.

Coba Anda tanyakan kepada para pengusaha muslim yang sukses dan kaya tersebut, apakah mereka berani menyatakan diri sebagai Mujahid Entrepreneur, seorang pelaku jihad fi sabilillah sebagaimana diperintahkan Allah dan Rasul-Nya yang telah melaksanakan syariat Islam secara kaffah dalam dunia bisnis yang mereka jalankan? Anda pasti yakin, mereka tidak akan berani mengklaim diri sebagai Mujahid Fie Sabilillah karena sebagian besar dari mereka masih terlibat dengan sistem ekonomi non-Islami, ekonomi kapitalisme- sekuler yang dilarang oleh Islam, misalnya di antara mereka masih menggunakan jasa bank konvensional yang menerapkan riba yang jelas-jelas haramnya dalam Islam sebagaimana yang difatwakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) atapun Lembaga Fatwa Islam Internasional di Saudi Arabia.

Anda juga pasti mengalami kesulitan seperti yang saya alami. Bagaimana kita dapat mendifinisikan dan mengkategorikan seorang pengusaha muslim yang benar-benar dapat disebuat sebagai Mujahid Entrepreneur, seorang tentara Allah yang benar-benar telah menerapkan ajaran-Nya dan Rasul-Nya secara sempurna dan konsekwen. Anda dan saya pasti sepakat, bahwa bagaimanapun sulitnya masalah ini, wajib diusahakan keberadaannya, karena merupakan tuntutan syariat yang wajib dijalankan bagi kemashlahatan umat Islam khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Tidak diragukan apabila mayoritas bangsa Indonesia beragama Islam yang berjumlah lebih 87% ini dapat berhasil menjadi pengusaha-pengusaha sukses, maka keterpurukan dan keterbelakangan bangsa dan negara akan dapat di atasi sekaligus mengantarkan bangsa Indonesia menjadi sebuah negara maju yang adil dan makmur sebagaimana cita-cita para pahlawan dan pendiri bangsa.

Keterpurukan bangsa Indonesia akibat krisis moneter yang menerpanya sejak akhir tahun 90an lalu, bukan hanya mendatangkan bencana ekonomi dan sosial dengan segala dampak negatipnya, seperti merebaknya pengangguran, meningginya kemiskinan, berjangkitnya kerusakan moral, kriminalitas danmasalah-masalah sosial lainnya. Di sisi lain kita perlu dilihat sisi positipnya, bahwa bencana ekonomi ini telah melahirkan generasi muda yang memiliki kesadaran dan pencerahan akibat tekanan-tekanan ekonomi yang timbul pasca krisis moneter yang hampir mengantarkan bangsa dan negara menuju kebangkrutan. Dengan sisa-sisa semangat dan kemampuan yang ada, generasi terpilih dan tegar ini berjuang keluar dari gelombang resesi, badai moneter dan topan globalisasi ekonomi. Merekalah generasi muda yang memiliki watak entrepreuneurship yang akan menjadi cikal bakal pengusaha-pengusaha sukses yang akan mengeluarkan bangsa dan negara Indonesia dari keterpurukannya saat ini. Di antara mereka terdapat generasi muda Islam yang memiliki keyakinan bahwa ajaran Islam dapat mengantarkan mereka menuju kesuksesan sejati. Di tengah hiruk pikuknya persaingan ekonomi global, mereka coba mengusung tema-tema ekonomi Islami dengan berbagai pendekatannya yang mulai diminati dan menjadi alternatif.

Meningginya gairah dan semangat entrepreneurship dikalangan generasi muda muslim telah mendorong mereka untuk mencari berbagai referensi untuk menjadi seorang pengusaha yang sukses. Sayangnya, sebagian besar buku referensi ataupun contoh kesuksesan yang ditampilkan berdasarkan pada sistem nilai Barat sekuleristik, budaya, etos kerja, filsafat ataupun pandangan hidup orang-orang non-Muslim yang sangat jauh berbeda bahkan bertentangan dengan budaya, sejarah, peradaban dan ajaran agama generasi muslim tersebut. Membanjirnya buku-buku panduan cepat kaya yang ditulis oleh para pemikir Barat seperti Norman V. Peale, Dale Carnegie, Ziz Ziglar, Stephen R. Covey, Robert T. Kiyosaki, Rich Devos, Denis Waitley, Jack M. Zufelt sampai Peter Drucker dan lainnya hanya memberikan contoh-contoh keberhasilan pada masyarakat bebas nilai seperti di Amerika pada umumnya, yang mana hal ini masih perlu dipertanyakan urgensinya ataupun kesesuainnya dengan ajaran Islam. Demikian pula cara sukses yang ditempuh para kapitalis seperti Henry Ford (Pendiri Ford Corp), Bill Gates (Pendiri MicroSoft), Rich Devos (Pendiri Amway), Sam Walton (Wal Mart) dan lainnya apakah dapat ditiru oleh generasi muda muslim dalam menggapai cita-citanya sebagai seorang entrepreneur muslim yang dapat menyandang predikat mujahid entrepreneur yang akan memperoleh kemenangan dan kesuksesan dunia akhirat.

Tidak dinafikan memang ada usaha-usaha serius beberapa penulis muslim untuk mengisi kekosongan tersebut, baik penulis dari Timur Tengah seperti Aid al-Qorny, Ibrahim Al-Quayyid, Asyraf Muhammad Dawabah, Ibrahim El-Fiky ataupun beberapa nama penulis seperi Ary Ginanjar, Rhenal Kasaly, Farid Poniman dan lainnya. Namun sejauh ini belum ada sebuah literatur pamungkas yang membahas karakteristik dan pembinaan mujahid entrepreneur dalam arti yang sebenarnya dengan sebuah lembaga pendidikan dan pelatihannya. Padahal literatur Islam dipenuhi dengan berbagai ajaran dan nilai-nilai yang sangat kaya raya, termasuk bagaimana cara melahirkan manusia-manusia unggul dan sempurna sebagaimana dikehendaki Allah dan Rasul-Nya, terutama dalam bidang spiritualitas Islam yang menjadi fondasi utama dalam pembentukan managerialship, leadership dan entrepreneurship yang saat ini sangat diminati oleh masyarakat Barat. Demikian pula dalam sejarah perkembangan Islam telah lahir para pengusa-pengusaha agung yang disegani seperti Abdurrahman bin Auf, Usman bin Affan, Sa’ad bin Rabi’ dan lainnya. Nabi Muhammad saw sendiri adalah seorang pengusaha besar yang berpengaruh sebelum beliau diangkat menjadi Nabi dan Rasul.

Dari hasil survey dan pengamatan yang saya lakukan, walaupun ada di antara pengusaha muslim yang telah berupaya menegakkan syariat Islam dalam bisnisnya, namun pada saat yang sama mereka masih tetap menggunakan cara-cara yang diharamkan Islam ataupun masih syubhat, apakah dalam instrumen, metode, atau kebiasaan dan karakter yang tidak Islami, seperti tidak menepati janji, berbohong, menipu ataupun menggunakan trik-trik bisnis modern yang masih dipertentangkan hukumnya. Atau ada juga pengusaha muslim yang telah berupaya menerapkan kaedah-kaedah ekonomi Islam dalam bisnisnya, namun secara pribadi terjebak dalam pola kehidupan kaum kafir hedonis yang tidak bermoral, terlalu serakah terhadap harta ataupun terlalu pelit dan bakhil. Untuk menjamu tamu bisnisnya mungkin dia bisa menghabiskan puluhan atau ratusan juta rupiah, namun berapakah yang disedekahkan untuk fakir miskin, yatim piatu, orang terlantar, pengembangan pendidikan-sosial Islam ataupun perjuangan menegakkan Islam.

Banyak para pengusaha muslim yang puas hati dengan apa-apa yang telah dilakukannya saat ini, kemudian mereka merasa aman dengan apa yang dilakukannya. Mereka tenang dan senang dengan pola kehidupan yang dijalankannya saat ini, membangun rumah-rumah super mewah menyaingi konglomerat kafir kapitalis-sekuler yang kadangkala mubadzir karena tidak ditempatinya, memiliki mobil-mobil mewah yang tidak mampu dikekendarainya, ataupun hidup berfoya-foya dari satu mal ke mal yang lain untuk menumpuk koleksi yang tidak akan pernah memuaskan nafsu serakah. Ironisnya, mereka masih merasa sebagai seorang muslim, aman dari pertanyaan dan pertanggungjawaban hartanya yang pasti akan ditanyakan Sang Pemiliknya kelak, darimanakah harta diperolehnya dan kemanakah didistribusikannya.

Di dalam sejarah Islam, terlalu banyak contoh pribadi-pribadi agung yang berprofesi sebagai pengusaha berhasil yang dapat dijadikan contoh sepanjang masa, di antaranya seperti sahabat Nabi saw, Abdurrahman bin Auf. Inilah contoh karakteristik konglomerat muslim sejati di zaman kegemilangan Islam, sebagaimana dikutip Khalid M. Khalid dalam bukunya Rijal Haula al-Rasul:

“Pada suatu hari, bumi kota Madinah seolah-olah bergetar, terdengar suara gemuruh dan hiruk pikuk. Ummul Mukminin Aisyah bertanya, “Suara apakah yang hiruk pikuk. Apa yang telah terjadi di kota Madinah?”. Orang-orang menjawab, “Kafilah Abdurrahman bin Auf baru datang dari Syam membawa barang-barang dagangannya, dengan iring-iringan tujuh ratus unta bermuatan penuh membawa sandang pangan dan keperluan-keperluan penduduk.” Ummul Mukminin berkata, “Semoga Allah melimpahkan keberkahan-Nya bagi Abdurrahman bin Auf dengan baktinya di dunia serta pahala yang besar di Akhirat.” Selanjutnya, beliau berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Kulihat Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan perlahan-lahan merangkak.” Sebelum iring-iringan unta berhenti dan tali temali perniagaan belum dilepaskan, berita dari Ummul Mukminin itu telah sampai kepadanya. Secepat kilat, Abdurrahman bin Auf datang menemui Aisyah dan berkata, “Anda telah mengingatkan aku dengan sebuah hadits yang tidak pernah kulupakan.” Dia kemudian berkata, “Kini, saksikanlah bahwa kafilah ini dengan seluruh muatannya berikut kendaraan dan perlengkapannya, kupersembahkan di jalan Allah Azza wa Jalla.” Maka, dibagikanlah muatan tujuh ratus unta itu kepada seluruh penduduk Madinah dan sekitarnya sebagai suatu amal yang mulia di jalan Allah.”

Sejarah Abdurrahman bin Auf, seorang sahabat dekat Nabi yang menjadi konglomerat muslim, mujahid sejati, entrepreneur mujahid yang sangat indah ini tidak perlu dikomentari. Apakah kemudian dengan menyedekahkan hartanya di jalan Allah, Abdurrahman bin Auf menjadi miskin? Ternyata tidak, Abdurrahman tidak pernah jatuh miskin dan papa, bahkan dia menjadi konglomerat terbesar dunia yang tiada tertandingi, yang telah menaklukkan konglomerat- konglomerat terbesar di zamannya bersamaan dengan perkembangan Islam yang telah menguasai 2/3 dunia di zaman Khalifah Umar Ibn Khattab. Karena mujahid bisnis seperti Abdurrahman sangat yakin dengan janji Allah dalam al-Qur’an: “Perumpamaan orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.” (al-Baqarah : 261)

Perilaku bisnis yang dijalankan Abdurrahman bin Auf sebagaimana yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya telah mengantarkannya kepada taraf seorang Mujahid sejati yang tidak dapat disaingi atau dikalahkan oleh pengusaha-pengusaha non-muslim di zamannya. Islam yang agung dan sempurna telah mencetak pribadi Abdurrahman menjadi manusia unggul yang terunggul dalam bidangnya, sebagai seorang pengusaha muslim terbesar. Mengenai kebesarannya sebagai seorang entrepreneur, Khalid M. Khalid menukilkan: “Keberuntungannya dalam perniagaan sampai suatu batas yang membangkitkan dirinya pribadi ketakjuban dan keheranan, hingga dia berkata: ”Sungguh, kulihat diriku, seandainya aku mengangkat batu niscaya kutemukan di bawahnya emas dan perak…..!”.

Tidak diragukan bahwa Abdurrahman bin Auf adalah sebaik-baik dan seagung-agung entrepreneur sepanjang sejarah kemanusiaan. Tindak tanduk dalam kehidupannya adalah sumber inpirasi dan motivasi bagi siapa yang mengenalnya. Yang dihadirkan Sang Pencipta sebagai teladan sepanjang masa, karena dia dibina oleh manusia teragung, Muhammad saw, dari sumber Yang Maha Agung, dan tumbuh berkembang dilingkungan dan masyarakat agung yang berhubungan langsung dengan langit melalui perantaraan wahyu yang diturunkan kepada malaikat Jibril. Seluruh kesempurnaan seorang entrepreneur sejati ada padanya, secara personalitas, karakter, mental, moral dan spiritual yang berkembang berdasarkan ajaran Islam.

Untuk menjadi seorang Mujahid Entrepreneur, tentara Allah yang menjalankan syariatnya secara kaffah dalam dunia bisnis, bukanlah perkara yang terlalu mudah, bahkan mungkin orang akan menganggap pemikiran ini ketinggalan zaman dan tidak masuk akal. Namun tidak ada yang sukar bagi ajaran Allah dan Rasul-Nya, karena memang ajaran-ajaran Islam yang agung, mulia dan sempurna ini diturunkan untuk membimbing manusia menuju kemenangan hidup di dunia dan akhirat, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabat Nabi. Islamlah yang telah melahirkan manusia-manusia agung seperti konglomerat muslim sejati seperti Abdurrahman bin Auf, dan Islam pasti dapat melahirkan kembali para konglomerat agung sepanjang masa, karena Islam diturunkan sebagai petunjuk umat manusia sepanjang masa.

Mereka yang menganggap menjadi pengusaha muslim yang taat adalah tidak masuk akal atau ketinggalan zaman adalah orang yang lari dari keyataan sejarah, bahkan mereka telah berprasangka buruk pada ajaran Allah dan Rasul-Nya. Bahwa kegagalan demi kegagalan atau keterbelakangan demi keterbelakangan yang dialami oleh kaum muslimin, termasuk para pengusaha dan konglomeratnya, pasti dan sangat pasti bukan disebabkan oleh ajaran Islam yang sempurna…!!!

Saya pernah bertemu dengan para pengusaha yang berfikiran seperti itu. Mereka beranggapan untuk sukses dalam dunia bisnis harus meniru pengetahuan dan perilaku para pengusaha kafir kapitalis-sekuler yang kenyataannya memang berhasil menguasai dunia bisnis. Bahkan ada yang dengan lantang menyatakan “kalau kita ikuti ajaran Islam secara ketat, mana mungkin kita dapat menjadi konglomerat seperti orang-orang non muslim, jadi kita harus ikuti cara bermain mereka agar kita dapat menyamai mereka…”.

Inilah penyebab utama kekalahan para pengusaha muslim. Mereka mengakui Islam sebagai agamanya, melaksanakan shalat, naik haji, namun ketika berbisnis menggunakan cara-cara orang kafir, dan mereka mengganggap dirinya berhasil. Walaupun kenyataannya memang ada sebagian mereka yang berhasil menjadi konglomerat. Tapi ketahuilah bahwa seandainya mereka, pengusaha muslim yang sudah dapat menjadi konglomerat itu menerapkan ajaran Allah dan Rasul-Nya dalam dunia bisnis, maka pastilah pencapaian mereka akan jauh lebih dahsyat dan hebat lagi. Mereka pasti akan dapat mengalahkan semua bentuk permainan dan trik kaum kafir kapitalis-sekuler itu, mereka pasti akan menjadi konglomerat terbesar yang tak tertandingi. Ini bukan hayalan dan utopia, karena Abdurrahman bin Auf telah membuktikannya.

Ketika Abdurrahman bin Auf baru tiba hijrah di Madinah dari Makkah, dia mulai menjalankan bisnisnya. Seorang pelarian seperti Abdurrahman tentu tidak memiliki modal kuat seperti yang dimiliki para pengusaha Madinah, seperti kaum Yahudi yang tengah menguasai pasar Madinah pada saat itu. Walaupun Abdurrahman dipersaudarakan dengan Sa’ad bin Rabi’ seorang pengusaha terkemuka Madinah oleh Nabi saw, namun beliau tidak memanfaatkan kekayaan saudaranya, atau menikmatinya dengan nganggur dan ongkang-ongkang.

Dari Anas ra, telah berkata:…. “dan berkatalah Sa’ad kepada Abdurrahman: “Saudaraku, aku adalah penduduk Madinah yang kaya raya, silahkan pilih separoh hartaku dan ambillah! Dan aku mempunyai dua orang isteri, coba perhatikan yang lebih menarik perhatian anda, akan kuceraikan ia hingga anda dapat memperistrinya… .!” Jawab Abdurrahman bin Auf: “Semoga Allah memberkati anda, isteri dan harta anda!, tapi tunjukkan letaknya pasar agar aku dapat berbisnis…..!”

Ya, itulah karakteristik mujahid bisnis sejati. Ketika ditanya tentang kebutuhannya, Abdurrahman hanya berkata: “Tunjukkan aku pasar”. Saudara pengusahanyapun menunjukkan pasar Madinah yang didominasi pedagang Yahudi dengan segala hiruk pikuknya dan beliau menganalisis keadaan pasar dengan segala seluk beluknya. Hasil analisis Abdurrahman ditindaklanjuti dengan pengajuan rekomendasi kepada Rasulullah sebagai Pemimpin komunitasnya. “Pisahkan pasar Yahudi dengan pasar Kaum Muslimin”, rekomendasinya kepada Rasulullah yang diterima dan ditaati oleh komunitas muslim Madinah.

Dengan adanya dua pasar, pasar Yahudi dan pasar Islam, maka Abdurrahman telah menciptakan persaingan sehat antara kedua pasar dengan dua sistem, infrastuktur dan kualitas SDM-nya. Apa yang terjadi kemudian? Hanya dalam hitungan hari, pasar Yahudi yang penuh tipu daya, trik-rtik busuk dan kebohongan itu sepi yang akhirnya tutup akibat dijauhi konsumennya yang berpindah kepada pasar Islam yang mengutamakan kejujuran, keterbukaan, persaingan sehat, penuh persaudaraan yang dikomandoi mujahid bisnis Abdurrahman bin Auf dengan beberapa kolega usahanya dari kalangan Muhajirin dan Anshor.

Itulah sebabnya, ketika Abdurrahman bin Auf, sang entrepreneur mujahid ini ditanya tentang kisah sukses bisnisnya, beliau mengatakan bahwa kunci keberhasilannya sebagai seorang konglomerat muslim adalah “kejujuran”. “Jika barang itu rusak katakanlah rusak, jangan engkau sembunyikan.” “Jika barang itu murah, jangan engkau katakan mahal.” “Jika barang ini jelek katakanlah jelek, jangan engkau katakan bagus”. Hanya dengan kejujuran (as-sidqu wa al-amien) pasar Yahudi yang telah mendominasi Madinah terkalahkan. Itulah sebabnya Rasulullah bersabda: “Pengusaha yang jujur lagi amanah akan bersama para Nabi, orang-orang yang Syahid dan orang-orang Soleh.” (HR. Tirmidzi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar